LAFKI: Memperingati International Women's Day dalam Kesetaraan Gender untuk Aksi dan Inklusi


Pada hari peringatan International Women’s Day (IWD) yang jatuh setiap tanggal 8 Maret, kita tidak hanya memperingati pencapaian sosial, ekonomi, budaya, dan politik perempuan, tetapi juga menggagas aksi untuk percepatan kesetaraan gender. Hari ini tidak hanya mencerminkan kemajuan dan perjuangan yang terus berlangsung untuk kesetaraan, tetapi juga memperlihatkan kebutuhan akan advokasi dan tindakan berkelanjutan di seluruh dunia.
Kata-kata Gloria Steinem, “Kisah perjuangan perempuan untuk kesetaraan bukanlah milik seorang feminis tunggal atau organisasi mana pun, tetapi milik usaha bersama semua yang peduli akan hak asasi manusia,” dengan tepat menggambarkan semangat kolaboratif dalam menghadapi tantangan kesetaraan gender.
Tema untuk IWD tahun 2024 yang telah ditetapkan oleh PBB adalah ‘Investasi pada Perempuan: Mempercepat Kemajuan’ dengan fokus pada penanggulangan ketidakberdayaan ekonomi, sementara tema kampanye untuk tahun ini adalah ‘Inspirasi Inklusi’. Ini menyoroti pentingnya keragaman dan pemberdayaan di semua lapisan masyarakat. Melalui kampanye ini, ada penekanan kuat pada pengakuan pentingnya keberagaman dan pemberdayaan di berbagai bidang masyarakat serta menegaskan peran kunci inklusi dalam memajukan kesetaraan gender.
Asal usul International Women’s Day berasal dari gerakan buruh di Amerika Utara dan Eropa pada awal abad ke-20. Hari Perempuan Nasional pertama kali dirayakan di Amerika Serikat pada tanggal 28 Februari 1909, yang diselenggarakan oleh Partai Sosialis Amerika untuk memperingati pemogokan pekerja garmen tahun 1908 di New York, di mana perempuan protes terhadap kondisi kerja.
Kemudian pada tahun 1910, Clara Zetkin mengusulkan International Women’s Day di Konferensi Perempuan Internasional di Kopenhagen. Ide tersebut disetujui secara bulat, menghasilkan perayaan pertama pada tahun 1911 di beberapa negara Eropa, dengan lebih dari satu juta peserta yang berjuang untuk hak-hak perempuan.
Seiring berjalannya waktu, International Women’s Day telah tumbuh menjadi hari pengakuan dan perayaan global. PBB mulai merayakan hari tersebut pada tahun 1975, dan dua tahun kemudian, pada tahun 1977, Majelis Umum PBB mengundang negara anggota untuk menetapkan tanggal 8 Maret sebagai Hari PBB untuk Hak-hak Perempuan dan Perdamaian Dunia.
Signifikansi International Women’s Day terletak pada kemampuannya untuk menarik perhatian pada isu-isu seperti kesetaraan gender, hak reproduksi, serta kekerasan dan penyalahgunaan terhadap perempuan. Ini memberikan platform untuk tindakan kolektif dan kolaborasi dalam advokasi hak-hak dan pemberdayaan perempuan. Secara keseluruhan, hari ini adalah pengingat bahwa kesetaraan gender masih jauh dari tercapai, dengan Forum Ekonomi Dunia memperkirakan bahwa akan membutuhkan lebih dari satu abad untuk mencapai kesetaraan gender.
International Women’s Day bukan hanya hari untuk merayakan pencapaian perempuan; ini juga merupakan panggilan untuk aksi demi kesetaraan gender, dengan mendorong refleksi, advokasi, dan tindakan untuk terus menghapuskan hambatan bagi perempuan dan gadis di seluruh dunia.
Dalam hal evaluasi fasilitas pelayanan kesehatan oleh Lembaga Akreditasi Fasilitas Kesehatan Indonesia (LAFKI), penting untuk memperhatikan aspek hak-hak perempuan dalam pelayanan kesehatan. Teori ahli seperti Carol Gilligan dalam “In a Different Voice” menekankan pentingnya mempertimbangkan perspektif etika perempuan dalam evaluasi dan kebijakan pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, LAFKI dapat mengintegrasikan penilaian hak-hak perempuan, termasuk akses yang adil terhadap layanan reproduksi dan perlindungan terhadap kekerasan berbasis gender, sebagai bagian dari kriteria akreditasi mereka.
Dengan demikian, melalui pendekatan holistik yang memperhatikan aspek kesetaraan gender, termasuk aksi dan inklusi, serta dukungan dari teori-teori ahli dan penelitian empiris, International Women’s Day bukan hanya menjadi momen perayaan, tetapi juga panggilan untuk memperjuangkan perubahan yang berkelanjutan dalam mewujudkan kesetaraan gender secara global.