Menjadi Tangan-Tangan yang Menggenggam Masa Depan: Tanggung Jawab Kita dalam Menghadapi Bencana Alam

Oleh. dr. Friedrich Max Rumintjap, Sp.OG(K), MARS, FISQua, FIHFAA, FRSPH

3/24/20242 min baca

Berita tentang gempa bumi yang kembali mengguncang Tuban, Jawa Timur, telah menarik perhatian kita semua. Dengan kekuatan magnitudo 6,5, gempa tersebut tidak hanya meninggalkan jejak kerusakan di Tuban, tetapi juga dirasakan hingga ke Jakarta. Peristiwa ini bukan hanya sebuah peringatan akan rapuhnya kehidupan kita di bumi ini, tetapi juga sebuah panggilan untuk bertindak dan bersatu dalam menghadapi bencana alam.

Gempa yang terjadi pada Jumat, 22 Maret 2024, mencatatkan pusat gempa berada sekitar 130 kilometer Timur Laut Tuban, Jawa Timur, dengan kedalaman sekitar 10 kilometer. Meskipun tidak berpotensi tsunami, dampak getaran ini tetap mengundang kekhawatiran bagi masyarakat setempat. Apalagi, ketika getaran gempa itu juga dirasakan hingga ke ibu kota Jakarta, kita menjadi semakin sadar akan kerentanan kita terhadap kekuatan alam.

Namun, di tengah kegentingan ini, terdapat sinar harapan yang memancar. Tema Hari Meteorologi Sedunia 2024, At the Frontline of Climate Action, memberikan kita dorongan moral untuk bergerak. Kita sadar bahwa perubahan iklim menjadi salah satu faktor utama dalam melepaskan kemarahan alam ini. Dengan mengambil langkah-langkah konkret dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan mempromosikan pola hidup yang berkelanjutan, kita dapat menjadi agen perubahan yang membawa harapan bagi masa depan bumi ini.

Peran penting World Meteorological Organization (WMO), kita, serta mitra-mitra lainnya dalam memberikan informasi yang akurat dan layanan yang cepat menjadi krusial dalam menghadapi bencana alam seperti gempa bumi. Mereka tidak hanya memberikan peringatan dini, tetapi juga membantu dalam upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Namun, peran ini hanya sebagian dari solusi yang dibutuhkan.

Gempa bumi yang kembali mengguncang Tuban adalah pengingat yang kuat akan ketidakpastian hidup. Namun, lebih dari itu, ini juga merupakan panggilan untuk bertindak. Kita perlu membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya persiapan dan respons yang cepat dalam menghadapi bencana alam. Pendidikan mengenai mitigasi bencana dan adaptasi terhadap perubahan iklim harus menjadi bagian yang integral dari kurikulum pendidikan kita.

Dalam refleksi atas peristiwa gempa ini, kita harus mengakui bahwa kehidupan adalah tentang bagaimana kita merespons tantangan. Gempa bumi yang mengguncang Tuban dan dirasakan hingga ke Jakarta adalah pengingat bagi kita bahwa kita harus tetap waspada dan siap menghadapi bencana alam kapan pun mereka datang. Namun, lebih dari sekadar respons terhadap bencana, kita juga harus melihat kesempatan untuk memperbaiki dan memperkuat infrastruktur kita agar lebih tangguh terhadap guncangan alam.

Sebagai penutup, kita harus mengingat bahwa kita semua adalah bagian dari alam ini. Kita adalah bagian dari rantai kehidupan yang rentan terhadap getaran alam semesta ini. Namun, dengan kerjasama yang kuat dan kesadaran yang meningkat, kita dapat melampaui semua rintangan yang dihadapi. Seperti pria dan anak yang menggenggam planet di tangan mereka, mari kita bersatu dalam menjaga bumi ini, sebagai rumah kita bersama.

Lembaga Akreditasi Fasilitas Kesehatan Indonesia (LAFKI) sangat peduli dengan keamanan dan kesejahteraan masyarakat di tengah ancaman bencana alam seperti gempa bumi. Melalui akreditasi terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, LAFKI berharap dapat membantu dalam penanggulangan dan mitigasi bencana, sehingga tidak terjadi kepanikan dan bahkan korban meninggal. Dengan kerjasama semua pihak, kita dapat memastikan bahwa fasilitas kesehatan menjadi tempat yang aman dan tangguh bagi masyarakat dalam menghadapi tantangan alam ini. Salam LAFKI !