Menuju Budaya Keselamatan dan Mutu Unggul: Refleksi atas Kegiatan Bimbingan Teknis Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Fasyankes

BERITA

Kegiatan bimbingan teknis praktik lapangan tentang kesehatan dan keselamatan kerja (K3) serta Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (FASYANKES) yang diselenggarakan oleh Lembaga Akreditasi Fasilitas Kesehatan Indonesia (LAFKI) merupakan sebuah langkah yang menginspirasi. Tujuan dari webinar online dan praktik lapangan ini adalah untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan para fasyankes dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi K3 serta MFK sesuai dengan standar akreditasi yang berlaku.

Dalam konteks ini, Prof. Dr. dr. Julianty Pradono, MS., Sp.Ok (Guru Besar Universitas Malahayati Lampung), dr. Agustina Puspitasari, Sp.Ok. SubSp.Bio.KO(K), serta dr. Agnes Anastasia S, SH., MH., FIHFAA telah memberikan kontribusi yang berharga sebagai narasumber dalam menyampaikan pengetahuan dan pengalaman praktis mereka dalam bidang K3 dan MFK. Dengan adanya kehadiran mereka, diharapkan para peserta dapat menggali wawasan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan berkualitas di fasyankes.

Salah satu hal yang penting dalam kegiatan ini adalah upaya untuk membangun budaya mutu dalam penerapan K3 dan MFK di fasyankes. Budaya mutu ini menjadi landasan utama dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan, seperti keamanan pasien, keselamatan tenaga kesehatan, serta pelayanan bermutu dan unggul. Dengan demikian, kegiatan ini tidak hanya sebatas menyediakan pengetahuan teknis, tetapi juga menciptakan kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga kesehatan dan keselamatan di lingkungan kerja.

Dukungan dari pihak ketua umum LAFKI, Bapak dr. Friedrich Max Rumintjap, Sp.OG (K), MARS, juga memberikan tambahan nilai yang signifikan dalam acara tersebut. Sebagai pemimpin lembaga akreditasi, kehadirannya menegaskan komitmen LAFKI dalam mendukung upaya-upaya peningkatan mutu dan keselamatan di fasilitas kesehatan.

Namun demikian, dalam mengimplementasikan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari kegiatan ini, masih diperlukan upaya yang berkelanjutan. Hal ini karena tantangan dalam menerapkan praktik K3 dan MFK secara efektif dan komprehensif tidaklah mudah. Para peserta perlu terus menerus melakukan evaluasi dan perbaikan atas kebijakan dan prosedur yang telah diimplementasikan, serta mengikuti perkembangan terbaru dalam bidang K3 dan MFK.

Dari sudut pandang teori, konsep-konsep seperti "budaya keselamatan" dan "peningkatan mutu berkelanjutan" merupakan fokus utama dalam menjalankan kegiatan ini. Menurut teori Organizational Behavior Management (OBM), pembentukan budaya keselamatan dan kualitas yang kuat membutuhkan komitmen dari seluruh anggota organisasi serta adanya sistem penghargaan dan hukuman yang efektif untuk mendorong perilaku yang aman dan berkualitas. Oleh karena itu, keberhasilan program K3 dan MFK di fasyankes tidak hanya tergantung pada pengetahuan teknis, tetapi juga pada upaya untuk mengubah budaya dan norma dalam organisasi.

Selain itu, teori Continuous Quality Improvement (CQI) menekankan pentingnya siklus evaluasi dan perbaikan yang terus menerus dalam mencapai kualitas yang lebih baik. Dalam konteks ini, para peserta diharapkan untuk terus memperbaiki proses dan sistem kerja mereka berdasarkan hasil evaluasi dan umpan balik yang diperoleh dari pelaksanaan K3 dan MFK di lapangan.

Secara empiris, penelitian telah menunjukkan bahwa kecelakaan kerja dan kesalahan medis dapat dikurangi melalui penerapan praktik K3 dan MFK yang tepat. Studi oleh Reason (1990) tentang Human Error menekankan pentingnya menganalisis faktor-faktor sistemik yang menyebabkan kesalahan, bukan hanya menyalahkan individu. Hal ini sejalan dengan pendekatan yang diambil dalam kegiatan bimbingan teknis ini, yang menekankan pentingnya perencanaan dan evaluasi sistem kerja secara komprehensif.

Dengan demikian, kegiatan bimbingan teknis praktik lapangan tentang K3 dan MFK ini tidak hanya menjadi forum untuk bertukar pengetahuan dan pengalaman, tetapi juga merupakan langkah konkrit dalam meningkatkan keselamatan dan mutu pelayanan di fasyankes. Melalui kolaborasi antara praktisi, akademisi, dan regulator, diharapkan tercipta sebuah lingkungan kerja yang lebih aman, berkualitas, dan berorientasi pada pelayanan yang prima bagi masyarakat.